Halaman

Kamis, 23 Mei 2013

Terima Kasih Ibu


tak tahu harus berkata apa aku ini.. yang jelas, aku senang-bahagia-gembira..wah sama aja yaah.. hehe
bila diibaratkan Es batu, mungkin Es itu Telah mencair. sama aja dengan hati ibuku. sekarang, aku lega sebab ibuku memberiku kelonggaran untuk apa yang aku inginkan.
awalnya aku takut untuk membahas tentang masalah ini terhadap orang tuaku, apalagi ibuku. mengingat ibuku yang pernah ingin sekali menjodohkan aku dengan seseorang yang akan dipilihnya kelak, sekarang aku tak usah lagi galau akan itu :)

Namun, kelonggaran itu ada waktunya.. Tak apalah, yang penting aku lega.

saat ibuku tengah berdua dengan adikku, aku langsung ikut aja nimbrung. kami membahas tentang semuanya. bercerita kesana-kemari dan membicarakan akan soal adikku yang saat ini tengah dekat dengan seorang wanita. terlihat lepas sekali tawa kami saat mendengar celoteh curhatan dari adikku. dalam hati, aku telah mempersiapkan bahwa aku akan membahas tentang apa yang udah ngebuat aku merasa tak nyaman akhir-akhir ini, yaitu "perjodohan". 
momen itu emang pas banget. setelah adikku yang curhat, barulah giliranku yang curhat. aku hanya bertanya, apakah harus tentang perjodohan itu?. namun ibuku hanya menjawab 'ya begitulah'. aku hanya ber-dehem.. 
saat itu, aku dag-dig-dug. takut. 
akhirnya dengan modal keberanian dan nekat, akupun bercerita bila aku sedang menanti sesuatu yang tak ingin ku tinggalkan dahulu. 
ibuku hanya mengernyutkan dahi, seolah tak faham akan perkataanku. dan aku pun memperjelas jika aku memiliki sebuah penantian yah walau belum jelas tentangnya, dengan alasan aku juga ingin melanjutkan bekerja dulu setelah aku kuliah. 
ibuku tak cepat menjawab kata-kataku. beliau diam sesaat dan menanyakan apa alasanku hingga aku tak ingin cepat dijodohkan. dan akupun menjawab apa adanya tentang "aku sedang menanti seseorang yg sedang Allah sembunyikan, dan saat ini mungkin seolah tak kenal tapi aku berharap suatu saat seseorang itu akan mendekat dan memperkenalkan dirinya".
saat itu, ibuku hanya tertawa. waah, dalam hatiku aku hanya berseruh pasti dimarahi.
namun, aku salah. Ibuku justru malah mengijinkanku untuk menanti apa yang sedang aku nanti.

namun pas ditanya sampai kapan aku akan menanti, aku hanya menjawab sampai tiba saatnya. 
dan ibuku menjawab "ok, mbak bisa menunggu. tapi sampai saat waktu yang udah ditentukan dan penantian itu  sia-sia". dan aku hanya bisa menjawab "iya.."


Tuhan,, terima kasih telah merubah hati ibuku sehingga aku diperbolehkan untuk bisa menunggu sesuatu yang telah kuyakini..

Tuhan,  tolong berilah yang terbaik untukku.
dan apapun keputusanmu kelak semoga akan selalu menjadi "Happy Ending" untukku :)

Senin, 20 Mei 2013

saranghaeyo


saranghaeyo oppa.. saranghaeyo...

Those are the words that i can say just in my heart...
The first time I entered my faculty, i felt falling in love to a boy who is in the same class with me. I always nervous. But I just keep silent pretending nothing happen if I’m with him and my friends. I don’t have any brave to express my feeling to anybody. I don’t want our relationship broken. I just express what I feel in my a little diary..
He is the boy who I ever told you in my previous "perjuanganku, hasil terbaikku". I saw him the first time when we studied together in SSC. I still remember him. But, will he remember me??? I hope so...
OPPa,,,, I always call him with Oppa (which means brother in Korean). I just have to be patient with everything. He pretends to be cool, ignorant, and it makes me hurt. But it’s OK, since i never express my feeling to him. I’m hurt, but I must be patient.
Since 2009 until now, I can’t omit him from my heart and my thinking. Sometimes he hurt me, but sometimes he also make me happy. I ever think “what is my mistake??”

I ever felt down, very very down when i heard that one of my friends like him. I always want to cry. That time I’m afraid that he will be her boy friend. Because i know they are the same. Both of them are smart, Oppa is handsome and she is beautiful.  both of them are kind and  they are from rich families, too.
as time goes by, that news disappear. But i don't know about feeling how of them. oppa look dislike her. but, anyone who knew oppa's feeling to her. until now, that always be question for me but that never missed.

whatever happens, i just must be sincere if oppa for her. 

One day, Oppa was very kind to me. I don’t know. What I know that it makes me flying on the sky. But maybe it is just my feeling. Because he is always kind to anybody.
PHP(giving the false hope). Is he just PHP?!! I don’t Care. Whatever..

One day, I ever share to my friend. I choose her because my other friends often share to her. In the class she is very talkactive. I told her that i like him (oppa). But, WHAT HAPPEN?! SHE TOLD MY SECRET TO MY FRIENDS. AND NOW, MY LOVE TO OPPA BECOME THE GENERAL SECRET.

Since that time, Oppa’s attitude changes. Anytime we meet, I always hurt. But I must be patient.
To avoid my friends, I pretend nothing happen although I want to be Angry and Cry.

There are two boys approach me. They are in the same class with me and Oppa. I just think that they are my brothers. But I’m confused when they told me that they like me and want me to be their girl.
I told them that They are just my brothers. But one of them always visit me. And it’s makes me uncomfortable. So, I decide to receive  him to be my boy.
That time, I think that I’am very Cruel. Although I recieve him, but there is only oppa in my heart. I don’t like him. Though just a little, I don’t.  One week, 2 weeks, until 4 weeks, i try to remember him in my heart. But, this is NOTHING...!!. I CAN”T CHANGE OPPA with him in my heart.
My parent’s also disagree with our relationship. So, I just ask him to be my friends.

My parents never permit me to make a date. They want me to study. So, I can graduate quickly.
My mother ever advise me that I must not think about my mate. It is my parents business. They have arranged it for me.
That time, i really want to cry. So, “what about OPPA if one day my parents still arranges my mate??!!
BUT  i’ll struggle for my Love.

And now, if I remember when I express my felling to Oppa, I often smile. How can’t i smile? Becouse I express it to him directly. But that time i don’t want to heve him. I just express it. Because i can’t keep my feeling for a long time myself. And I know that our way is still a long way.
Sometimes, I feel sad because he said that he had another choise. But i’m satisfied because i have expressed my feeling.
Apparently, my feeling CAN’T STOP  that time. Oppa’s name is always in my heart. Although anytime we meet, he often hurt me.

About Oppa, I don’t know until when i’ll keep him in my heart. One thing that I know, I can’t omit it.
Maybe I just will wait until the time come when Allah decide it... 

Rabu, 15 Mei 2013

Nenekku "guruku"


Aku merenung, Mengingat kembali masa-masa kecilku. Masa dimana aku dirawat dan dibesarkan tanpa tangan kedua orang tuaku sendiri. Sejak kecil, aku udah tinggal bersama eyang kakung dan eyang utiku. Karna akulah cucu yang dapat menemani kesepian bagi mereka, dikala anak-anak dari budheku udah dewasa semua. Sehingga kakek dan nenekku memintaku dari kedua orang tuaku. Walau aku tak dibesarkan langsung oleh kedua orang tuaku, aku sangat bersyukur. Eyang kakung dan eyang utiku tak menganak emaskan aku. aku di didik selayaknya anak-anak seperti yang lainnya. Sering kali aku diomelin oleh Eyang utiku karna aku suka melakukan hal-hal yang seharusnya gak kulakukan. Tingkahku yang nakal dan suka main lupa waktu hingga mandiku menjadi telat dari waktu yang telah ditetapkan eyang utiku. Pada saat itu, rasanya aku g betah karna didikan eyang utiku yang menurutku kayak orang belanda. Yah, utiku emang disiplin, dan mungkin terlewat disiplin. Banyak sekali aturan-aturan yang harus ditaati. Apalagi, aku seorang cewek. Utiku pernah mengatakan bahwa 

“wanita itu seperti gelas kaca yang benar-benar harus dijaga, dan jangan ada retak ataupun ada goresan setitikpun. Jika wanita melakukan 1 kali kesalahan walau kesalahan itu tak berat, orang-orang udah memandang cacat atau bahkan mencibir. Berbeda dengan laki-laki, jika mereka berbuat 1000 kali kesalahan yang berat sekalipun, orang-orang hanya tertawa saja dan tak pernah memandang cacat sedikitpun laki-laki itu”. 

Dari ucapan tersebut, aku hanya mengiyakan. Karna usiaku yang masih 13 th, sama sekali tak memahami kata-kata utiku. Selalu aku merenung akan kata-kata eyang utiku.
Sesekali kedua orang tuaku menengokku. Karna pekerjaan orang tuaku yang tak memungkinkan tuk menengokku setiap saat, mereka hanya dua kali dalam seminggu menengokku. Apa lagi sejak adikku lahir, orang tuaku hanya sekali dalam seminggu menengokku. Selain itu, tempat kerja orang tuaku jauh dari ruman eyang utiku dan untuk perjalanannya saja butuh waktu 5 jam. Saat ibuku datang, aku bahagia banget. Dan aku selalu mengadu akan apa yang aku alami, sering diomelin utiku, main nggak boleh lama, bahkan dalam makan dan hal sekecil apapun pasti ada aturannya. Selain itu, tugas-tugas yang harus dikerjakan cewek sanyat banyak. Tapi, ibuku hanya menertawakan aduanku saja. iiigh, aku sebel dan bertanya-tanya. Setiap aku mengadu, ibuku selalu menjawab dengan senyuman: “suatu saat kalo mbak udah dewasa, pasti tau sendiri J”. Huuft, yang maunya aku mendapatkan solusi, justru bingung yang ku dapatkan. Aku tak heran karena ibuku dulu juga mengalami hal yang sama dengan aku.
Berjalannya waktu dan usiaku dimana aku harus melalui hari-hari dengan aturan-aturan yang menurutku itu kuno, membuatku hanya diam dan melakukan saja aturan-aturan eyang utiku. Hingga pada saat aku berumur 15 tahun, eyang utiku terserang stroke. Dan saat itu, aku merasa ada yang kurang dalam hidupku. Aku merasakan kesepian akan titah dan omelan utiku. Selama utiku stroke, aku yang merawatnya, dibantu dengan tanteku yang kala itu sudah menduduki bangku kuliah. Setiap kali aku menyentuh badan eyang utiku, aku selalu ingin menangis. Dulu setiap eyang utiku menasehatiku, sekalipun aku tak boleh menatap matanya langsung. Jika aku menatap matanya langsung, yang ada beliau justru tambah marah. Sebab tak sopasn sekali bila menatap mata orang yang lebih tua jika memberi nasehat. Tapi sejak utiku stroke, beliau tak pernah marah bila aku menatap langsung mata beliau. Yang ada, aku ingin menangis bila menatap dan berbicara pada beliau. Setiap aku berbicara, beliau hanya diam dan menatapku dengan penuh arti seolah ingin membalas pembicaraanku, namun nggak bisa.
3 tahun telah berlalu, dan aku menduduki bangku kelas 3 SMA. Pagi itu tepat saat hari minggu, seperti biasa setelah eyang utiku dimandikan, aku menyuapi eyang utiku. Namun saat itu, eyang utiku tak sekalipun mau mengunyah buburnya. Aku tak menyadari bahwa suapan ketigaku, eyang utiku udah nggak ada (meninggal). Aku menepuk pipi eyang utiku, dan sekalipun eyang utiku tak mau mengunyah. Biasanya, setiap aku menyuruh agar eyangku mau menelan buburnya, selalu eyangku mengedipkan mata dan mengangguk. Namun, saat itu tepukan tanganku di pipi eyangku, tak membuat mata eyangku berkedip. Aku bingung, ada apa?!! Akhirnya aku mengambil lagi makanan yang ada di dalam mulut eyang utiku. Aku mengoyak-ngoyak badan eyang utiku. Tapi tatapan eyang utiku udah kosong dan hanya pada 1 arah. Saat itu, aku bener-bener bingung. Aku memanggil-manggil tante dan eyang kakungku. Aku menempelkan pipiku di atas perut eyang utiku, namun tak ada tanda perut eyangku kembang kempis. Telunjukku aku tempelkan di hidung eyang utiku, namun tak ada angin yang berhembus dekalipun dari dalam hidungnya. Saat itu, dadaku benar-benar sesak, ingin menangis tapi air mata nggak bisa keluar. Tanteku panik dan memanggil dokter yang memang menangani eyang utiku dari awal. 
Semua anggota keluargaku sudah berkumpul di dekat eyang utiku. Aku masih memeluk eyang utiku. Aku marah saat itu aku marah. Karna dokter mengatakan eyangku udah meninggal. Aku tak percaya, aku menangis sejadi-jadinya di pelukan eyang utiku. aku menghela tarikan ibuku yang menyuruhku untuk bangkit dari badan eyang utiku. Saat itu, aku benar-benar merasa kehilangan. Ingin rasanya aku teriak, aku ingin eyang utiku kembali. Tapi, itu nggak akan mungkin. Walaupu hari udah lewat 40 hari sejak sepeninggalnya eyang utiku, aku tetap aja ngrasa sakit di hati. Aku kesepian walau banyak sanak keluarga di sekelilingku saat itu. Setiap kali aku memandang tempat tidur eyang utiku, aku merasa eyang utiku masih saja berbaring disitu. Selalu saja aku g tahan kalo inget akan semuanya. Air mata selalu aja g bisa aku tahan. Ibuku merasa khawatir jika aku tetap dirumah eyangku, ditakutkan aku nggak bisa fokus ke pelajaran. Mengingat aku udah kelas 3 SMA dan harus giat belajar untuk UNAS nantinya. Dan akupun disuruh untuk tinggal di rumah orang tuaku saja yang sudah dibeli sejak aku kelas 5 SD, Namun saat orang tuaku baru membeli dan menyuruhu untuk pindah ke rumah itu, aku justru lebih memilih untuk tinggal bersama eyang kakung dan utiku. Karna percuma, rumah itu hanya dihuni oleh emak-orang yang udah ikut orang tuaku semenjak ayahku masih bujangan.  
Saat ini, usiaku telah beranjak dewasa dan mungkin udah bukan remaja lagi. Dengan umur kepala 2, aku sadar betapa berharganya nasehat-nasehat eyang utiku.

Aku Kangeeen EYANG...

walaupun do’a yang ku kirim untuk beliau di setiap panjatan do’aKu, Rasanya tak dapat menebus semua kesalahan-kesalahan yang ku perbuat dulu, yang mana aku bandel dan suka bukin eyang utiku marah.
Sekarang, Aku hanya bisa melakukan semua perintah dan nasehat-nasehat yang pernah beliau berikan padaku dengan baik. Dengan itulah, aku akan merasa eyang utiku selalu bersamaku dan dekat denganku. Walau kadang aku merasa ingin menangis setiap saat mengingat eyang utiku.